Rabu, 24 Juli 2013

TEMPO.CO, Jakarta- Mulai besok pengusaha beromzet maksimal Rp 4,8 miliar akan dikenakan pajak yang bersifat final sebesar 1 persen. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu.

Kepala Sub Direktorat Peraturan Perpajakan 2 Pajak Penghasilan dan Pajak Penghasilan Orang dan Perorangan Kementerian Keuangan, Goro Ekanto, mengatakan, latar belakang dikeluarkannya peraturan ini dipicu oleh masih rendahnya penerimaan pajak dari sektor Usaha Kecil dan Menengah.

"Pembayaran pajak sangat kecil, hanya 0,7 persen sementara kontribusi UMKM ke perekonomian Indonesia sangat besar yakni 57,94 persen," ujarnya dalam keterangan pers di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jumat lalu.

Goro melanjutkan, peraturan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban pajaknya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah UMKM diperkirakan mencapai angka 60 juta. "Diharapkan dengan ini dapat meningkatkan partisipasi wajib pajak yang kecil," tuturnya.

Adapun obyek pajak yang diatur dalam beleid tersebut adalah usaha dengan penghasilan tdk melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun. Sementara yang tidak termasuk yakni penghasilan dari pekerjaan bebas. "Ada pengecualian untuk pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar dan sejenisnya," kata Goro.

Juru bicara Direktorat Jenderal Pajak, Kismantoro Petrus, menambahkan potensi penerimaan pajak setelah dikeluarkannya peraturan ini belum dapat diketahui. Ia menegaskan fokus DJP bukan pada potensi penerimaan. "Tapi bagaimana kita berikan kemudahan bagi wajib pajak," ucapnya.

Pihaknya mengaku telah melakukan sosialisasi melalui media massa juga bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Ditjen Pajak juga menggandeng pemerintah daerah untuk membantu mensosialisasikan aturan tersebut.

Sebelumnya, ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri menilai pajak UMKM ini tidak mencerminkan keadilan sosial. ”Pajak untuk perusahaan besar belum benar. Ini malah yang (perusahaan) kecil ditarik,” tuturnya.

Ia juga mengkritik pemberlakuan pajak berdasarkan besar omzet penjualan. “Itu jahat. Omzet kan belum tentu untung. Untung tidak untung berarti harus bayar,” kata Faisal. Lagi pula, aturan tersebut bakal sulit dilaksanakan karena tidak ada jaminan semua UKM punya sistem pembukuan yang baik. Ia menyarankan menggunakan aturan pajak yang berlaku flat seperti di Hong Kong.

RIRIN AGUSTIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar